"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut." (QS Al-Lahab [111]: 1-5)
Life is choice, hidup adalah pilihan. Setiap pilihan punya
konsekuensi sendiri. Ayat di atas menjelaskan tentang potret keluarga
Abu Lahab, penghuni neraka.
Sebagai kepala keluarga, Abu Lahab telah memilih jalan kesesatan bagi dirinya dan keluarganya (istrinya). Maka, pasangan suami-istri ini pun mendapatkan balasan atas pilihannya, yaitu kesengsaraan yang abadi, di neraka.
Sebagai kepala keluarga, Abu Lahab telah memilih jalan kesesatan bagi dirinya dan keluarganya (istrinya). Maka, pasangan suami-istri ini pun mendapatkan balasan atas pilihannya, yaitu kesengsaraan yang abadi, di neraka.
Siapakah Abu Lahab dan istrinya?
Abu Lahab adalah salah seorang paman Nabi Muhammad saw. Nama
lengkapnya Abdul 'Uzza bin Abdul Muththalib. 'Uzza adalah nama tuhan
berhala kesohor yang disembah kaum Quraisy, sehingga Abdul 'Uzza berarti
hamba tuhan 'Uzza.
Ia termasuk pembesar kabilah Quraisy. Di kalangan kaumnya, ia biasa dipanggil dengan Abu Utaibah. Namun, ia kondang dengan julukan Abu Lahab karena wajahnya merah seperti warna merah api yang menyala.
Ia termasuk pembesar kabilah Quraisy. Di kalangan kaumnya, ia biasa dipanggil dengan Abu Utaibah. Namun, ia kondang dengan julukan Abu Lahab karena wajahnya merah seperti warna merah api yang menyala.
Istrinya, Arwaa binti Harb bin Umayyah, juga dari keluarga berada
dan termasuk dalam deretan tokoh perempuan terpandang di kabilah
Quraisy. Saudara perempuan Abu Sufyan ini biasa dipanggil dengan Ummu
Jamil (Tafsir Ibnu Katsir V/270).
Meski ada hubungan keluarga dekat dengan Nabi saw, suami istri ini
adalah orang yang paling benci dan sangat memusuhi Rasulullah dan dakwah
yang dibawanya. Sepak terjang permusuhan mereka terhadap Pemimpin dan
Murabbi Da'i (Nabi) sepanjang zaman telah direkam sejarah.
Imam Ahmad meriwayatkan Rabi'ah bin Abbad dari kabilah Banu Ad
Dail, yang kemudian masuk Islam bercerita, "Aku pernah melihat Nabi saw
di masa jahiliyah di pasar Dzil Majaaz, beliau bersabda, “Wahai manusia,
ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaahu (Tidak ada Ilah selain Allah) niscaya
kalian akan berbahagia.”
Dan orang-orang (waktu itu) berkerumun mengelilingi beliau, sementara di belakangnya ada seorang lelaki berwajah kemerahan dan bermulut sumbing menyelanya, “Sungguh dia ini (maksudnya: Muhammad) adalah pemuda pembohong.”
Kemana pun Nabi saw pergi, lelaki itu selalu membuntutinya. Lalu aku bertanya siapa lelaki yang selalu mengikutinya itu, mereka menjawab, “Dia adalah pamannya, Abu Lahab." (Tafsir Ibnu Katsir V/269)
Dan orang-orang (waktu itu) berkerumun mengelilingi beliau, sementara di belakangnya ada seorang lelaki berwajah kemerahan dan bermulut sumbing menyelanya, “Sungguh dia ini (maksudnya: Muhammad) adalah pemuda pembohong.”
Kemana pun Nabi saw pergi, lelaki itu selalu membuntutinya. Lalu aku bertanya siapa lelaki yang selalu mengikutinya itu, mereka menjawab, “Dia adalah pamannya, Abu Lahab." (Tafsir Ibnu Katsir V/269)
Rumah tangga penghuni neraka
Ayat-ayat dalam surat Al-Lahab di atas memotret kehidupan rumah
tangga yang dibangun di atas kekufuran, kebencian yang dahsyat terhadap
dakwah dan Risalah Ilahiyah serta pembawa risalahnya, Muhammad saw.
Abu Lahab yang bersinergi dengan istrinya, mempraktikkan segala bentuk permusuhan kepada Nabi, mulai dari intimidasi, mempermalukan di depan khalayak umum, negative campaigne, pembunuhan karakter sampai upaya-upaya menyakiti Nabi secara fisik.
Abu Lahab yang bersinergi dengan istrinya, mempraktikkan segala bentuk permusuhan kepada Nabi, mulai dari intimidasi, mempermalukan di depan khalayak umum, negative campaigne, pembunuhan karakter sampai upaya-upaya menyakiti Nabi secara fisik.
Karena itu, ketika menafsirkan ayat, “Dan (begitu pula) istrinya,
pembawa kayu bakar”, kebanyakan ulama menafsirkannya sebagai kiasan bagi
penyebar fitnah, ke mana-mana selalu menjelek-jelekkan Nabi saw dan
kaum Muslimin. Tapi ada juga ulama yang menafsirkannya secara hakiki.
Bahwa istri Abu Lahab sering membawa kayu bakar yang berduri pada malam
hari. Menyebarkannya di jalan yang biasa dilalui Nabi dan para sahabat
sehingga mereka terluka dan terjatuh karenanya. Pendapat ini didukung
oleh Abu Hayyan (Lihat: At Tafsir Al Munir, Dr. Wahbah Az Zuhaili, XXX/457-458).
Maka, pantaslah keluarga ini mendapatkan kesengsaraan di dunia,
meskipun mereka bergelimang harta seperti disinggung pada ayat kedua,
dan mereka diancam neraka.
Bagi Abu Lahab, ancaman Allah, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab” adalah doa kebinasaan. "Dan sungguh dia binasa" yakni benar-benar telah terbukti bahwa dia binasa dan celaka, hal ini merupakan berita dari Allah.
Di akhirat ia diancam dengan siksa api neraka Jahanam, "Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak".
Bagi Abu Lahab, ancaman Allah, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab” adalah doa kebinasaan. "Dan sungguh dia binasa" yakni benar-benar telah terbukti bahwa dia binasa dan celaka, hal ini merupakan berita dari Allah.
Di akhirat ia diancam dengan siksa api neraka Jahanam, "Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak".
Terdapat kesesuaian lafazh dan bentuk; disebut Abu Lahab karena
wajahnya kemerahan bak api, ia kelak disiksa di neraka yang
Lahab—bergejolak. Maka, sungguh ia telah rugi dunia dan akhirat.
Sedangkan bagi istrinya, Allah mengancam, "Yang di lehernya ada tali
dari sabut".
Allah menggambarkan kondisi ketika ia disiksa dalam api neraka
Jahanam dengan kondisinya di dunia, yaitu sebagai penyebar fitnah, dan
ketika memikul kayu berduri dan melilitkannya di lehernya kemudian ia
tebarkan di jalan yang dilalui Nabi. Sebab, balasan itu sesuai dan
setimpal dengan perbuatannya.
Ketika Ummu Jamil mendengar turunnya surat ini, dengan membawa batu
ia mendatangi Abu Bakar yang sedang bersama Rasululllah di dalam
masjid. Perempuan itu berkata, "Telah sampai berita kepadaku bahwa
sahabatmu (maksudnya Nabi saw) telah menghinaku. Sungguh aku akan hajar
dia dan benar-benar aku akan hajar dia.”
Rupanya Allah telah membutakan penglihatannya dari melihat
Rasulullah. Diriwayatkan bahwasanya Abu Bakar ra bertanya kepadanya,
"Apakah engkau melihat seseorang bersamaku?"
Ummu Jamil menjawab, "Apa engkau menghinaku? Sungguh aku tidak
melihat selainmu." (Lihat: Tafsir Al Bahr Al Muhith, Abu Hayyaan,
VIII/526 dan lihat Tafsir Ibnu Katsir V/270)
Di dalam surat ini terdapat mukjizat yang gamblang dan bukti yang
jelas tentang kenabian Rasulullah. Ayat di atas memberitakan bahwa
pasangan suami istri tersebut tidak akan beriman, dan begitulah yang
terjadi, keduanya mati dalam keadaan kafir.
Juga menginformasikan keadaan keduanya yang kelak akan disiksa dalam api neraka Jahanam yang menyala-nyala, padahal ketika turun surat ini keduanya masih hidup. Hal ini jelas membuktikan kebenaran kerasulan Muhammad saw.
Juga menginformasikan keadaan keduanya yang kelak akan disiksa dalam api neraka Jahanam yang menyala-nyala, padahal ketika turun surat ini keduanya masih hidup. Hal ini jelas membuktikan kebenaran kerasulan Muhammad saw.
Tentu, tak ada satu pun dari kita yang menginginkan keluarga kita
akan berakhir mengenaskan di neraka kelak seperti keluarga Abu Lahab.
Maka, seluruh tenaga, pikiran dan harta harus kita kerahkan untuk
mentarbiyah dan mendidik seluruh anggota keluarga kita untuk menjadi
pendukung dan aktivis dakwah, bukan menjadi musuh dakwah dan musuh juru
dakwah.
Sungguh, siapapun yang memusuhi dakwah dan juru dakwah, maka akan
mendapatkan balasan seperti yang diterima oleh Abu Lahab, yaitu Naaran
Dzaata Lahab(neraka yang bergejolak). Na'uudzu billaahi min dzaalik.
Asbaabun nuzul Surat Al-Lahab
Dari Ibnu Abbas ra berkata, ketika turun ayat, "Dan berilah
peringatan kepadakerabat-kerabatmu yang terdekat" (QS Asy-Syu'araa [26]:
214), dan orang-orang yang ikhlas dari kabilahmu, Rasulullah saw
langsung keluar menuju bukit Shafa, lalu berteriak, “Ya Shabaahaah!”
(Panggilan untuk mengumpulkan orang di pagi hari).
Mereka bertanya-tanya, “Siapa yang berteriak ini?”
Mereka menjawab, “Muhammad.”
Mereka pun segera berkumpul kepadanya. Nabi memanggil (lagi), “Wahai Bani Fulan, wahai Bani Fulan, wahai Bani Abdi Manaaf, wahai Bani Abdul Muththalib!” Maka berkumpullah orang-orang (dari kabilah-kabilah yang disebut tadi) kepadanya.”
Mereka bertanya-tanya, “Siapa yang berteriak ini?”
Mereka menjawab, “Muhammad.”
Mereka pun segera berkumpul kepadanya. Nabi memanggil (lagi), “Wahai Bani Fulan, wahai Bani Fulan, wahai Bani Abdi Manaaf, wahai Bani Abdul Muththalib!” Maka berkumpullah orang-orang (dari kabilah-kabilah yang disebut tadi) kepadanya.”
Nabi saw bersabda (setelah mereka berkumpul) lagi, "Bagaimana
pendapat kalian, seandainya aku memberitahukan kepada kalian bahwasanya
seekor kuda akan keluar di puncak bukit ini, apa kalian akan
membenarkanku?"
Mereka menjawab, "Kami belum pernah melihatmu berbohong.”
Mereka menjawab, "Kami belum pernah melihatmu berbohong.”
Nabi saw lalu bersabda, "Ketahuilah sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan di antara siksa yang pedih.”
Abu Lahab pun langsung menyahutnya, "Tabban laka (binasalah kamu)! Apa hanya untuk ini engkau kumpulkan kami?!”
Kemudian dia bangkit dan pergi, lalu turunlah surat ini, "Binasalah
kedua tangan Abu Lahab" dan sungguh ia benar-benar binasa. (HR Bukhari,
no. 4589 dan Muslim, no. 307, dan lafazh hadits ini milik Muslim)