AyoReading: Hukum Bersiwak atau Menyikat Gigi Saat Berpuasa~Berpuasa seringkali menyisakan bau mulut yang kurang nyaman bila tercium oleh orang lain. Meskipun demikian, dalam sebuah hadits telah disebutkan bahwa bau mulut orang yang berpuasa bagaikan wangi misk di sisi Allah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”[1]
Untuk meminimalisir bau mulut, seringkali kita menyikat gigi dengan
pasta gigi. Dalam kondisi berpuasa, apakah kita tetap boleh menyikat
gigi dengan menggunakan pasta gigi? Apakah hal ini boleh disamakan
dengan kebolehan bersiwak saat berpuasa? Mari kita kaji pembahasan ini
bersama.
Hukum Bersiwak Saat Berpuasa
Syaikh Shalih al-Fauzan pernah ditanya tentang hukum bersiwak
ketika sedang melakukan puasa Ramadhan. Beliau memaparkan, “Tidak
diragukan lagi bahwa bersiwak merupakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang dianjurkan. Bersiwak memiliki keutamaan yang besar.
Terdapat berbagai riwayat shahih yang menunjukkan dianjurkannya
bersiwak, dapat kita lihat pada perbuatan maupun perkataan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mengamalkan ajaran Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Hendaklah kita berusaha bersiwak,
terlebih-lebih lagi pada saat diperlukan atau pada waktu yang
disunnahkan untuk bersiwak, seperti sebelum berwudhu, ketika akan
melaksanakan shalat, ketika hendak membaca al-Quran, ketika ingin
menghilangkan bau mulut yang tak sedap, serta saat bangun tidur
sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Keadaan-keadaan tadi merupakan saat yang ditekankan untuk bersiwak.
Dan asalnya, siwak itu disunnahkan di setiap waktu. Orang yang berpuasa
pun dianjurkan untuk bersiwak sebagaimana orang yang tidak berpuasa.
Pendapat yang tepat, bersiwak dibolehkan sepanjang waktu, dianjurkan
untuk bersiwak di pagi hari maupun di sore hari.
Pendapat yang menyatakan tidak bolehnya bersiwak di sore hari
sebenarnya bukan berasal dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akan tetapi, yang tepat terdapat beberapa perkataan sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengatakan,
“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak
beberapa kali hingga tidak dapat kuhitung banyaknya, meskipun saat itu
beliau sedang berpuasa.”[2]
Oleh karena itu, bersiwak itu disunnahkan bagi orang yang berpuasa
maupun yang tidak berpuasa. Namun dengan tetap menjaga agar jangan
terlalu kasar (tergesa-gesa) ketika bersiwak karena bisa melukai mulut
dan menyebabkan keluarnya darah, atau siwak bisa merusak sesuatu yang
ada di mulut . Maka, wajib bagi orang yang terjadi semacam itu untuk
mengeluarkan darah atau siwak tersebut dari mulutnya. Oleh karena itu,
hendaklah seseorang bersiwak dengan perlahan-lahan.[3]
Jika Siwaknya Memiliki Rasa
Sebuah pertanyaan disampaikan kepada Syekh Abdullah bin
‘Abdurrahman al-Jibrin, “Apakah bersiwak dengan siwak yang memiliki rasa
membatalkan puasa?”
Syaikh Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin menyampaikan jawaban,
“Bersiwak boleh dilakukan saat berpuasa, dan hukumnya disunnahkan di
setiap waktu. Banyak ulama yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang
berpuasa setelah waktu zawal (tergelincirnya matahari ke barat). Mereka
berpendapat demikian karena bersiwak menyebabkan hilangnya bau mulut
yang baunya di sisi Allah bagaikan wangi misk.
Para ulama yang meneliti lebih jauh menguatkan pendapat bahwa
bersiwak saat berpuasa tidaklah makruh, bahkan dianjurkan untuk bersiwak
di pagi dan sore hari.
Adapun jika siwak tersebut memiliki rasa, maka wajib bagi orang
yang bersiwak untuk membuang ludahnya ke tanah atau menyekanya dengan
sapu tangan. Secara umum, sesungguhnya rasa itu hanya ada di kulit siwak
dan tidak selamanya akan ada pada siwak tersebut. Adapun jika siwak
tersebut berasa seperti rasa salah satu jenis sayuran atau yang
semisalnya, dari segi bahwa rasanya dapat terkecap dengan ludah, maka
wajib bagi orang yang bersiwak tersebut untuk memuntahkan air liurnya
tadi, karena jika dia sengaja menelan sesuatu dan mengecap rasanya maka
puasanya batal. Wallahu a’lam.[4]
Dari fatwa beliau tersebut, dapat dipahami bahwa alasan tidak
bolehnya menggunakan siwak yang memiliki rasa saat berpuasa adalah
karena rasa dari siwak tersebut bisa terkecap oleh ludah dan akhirnya
tertelan masuk ke tenggorokan. Padahal, telah kita ketahui bersama bahwa
menelan makanan dan minuman ke dalam kerongkongan dengan sengaja
termasuk salah satu pembatal puasa.
Dalam kitab Haqiqatush Shiyam, pada Pasal “Hal-hal yang Membatalkan
Puasa dan yang Tidak Membatalkan Puasa”, Syaihul Islam Ibnu Taimiyyah
menyatakan, “Pembatal-pembatal puasa ada yang berdasarkan nash dan ijma’
(kesepakatan para ulama), yaitu: makan, minum, dan berjima’ (hubungan
intim dengan istri). Allah Ta’ala berfirman,
‘Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, serta makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam (yaitu fajar). Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai (datangnya) malam….’ (QS. Al-Baqarah: 187)
Ayat ini menunjukkan bahwa di saat tidak puasa diizinkan untuk
berhubungan intim dengan istri. Maka bisa dipahami bahwa puasa haruslah
menahan diri dari berhubungan intim dengan istri, makan dan minum.”[5]
Hukum Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa
Dalam hal ini, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya,
“Apakah seseorang yang berpuasa boleh menggunakan pasta gigi padahal dia
sedang berpuasa di siang hari?”
Beliau menjawab, “Melakukan seperti itu tidaklah mengapa selama
tetap menjaga sesuatu agar tidak tertelan di kerongkongan. Sebagaimana
pula dibolehkan bersiwak bagi orang yang berpuasa baik di pagi hari atau
sore harinya.” [6]
Pertanyaan yang serupa juga pernah disampaikan kepada Syaikh
Muhammad bin Shalih al- Utsaimin, “Apa hukum menggunakan pasta gigi bagi
orang yang berpuasa di siang hari bulan Ramadan?”
Beliau menjelaskan, “Penggunaan pasta gigi bagi orang yang sedang
berpuasa tidaklah mengapa jika pasta gigi tersebut tidak sampai masuk ke
dalam tubuhnya (tidak sampai ia telan, pen). Akan tetapi, yang lebih
utama adalah tidak menggunakannya karena pada pasta gigi terdapat rasa
yang begitu kuat yang bisa jadi masuk ke dalam perut seseorang tanpa dia
sadari. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
kepada Laqith bin Shobroh,
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), kecuali bila engkau sedang berpuasa.”[7]
Dengan demikian, yang lebih utama bagi orang yang sedang berpuasa
adalah tidak menggunakan pasta gigi. Waktu untuk menggunakan pasta gigi
sebenarnya masih bisa di waktu lainnya. Jika orang yang berpuasa
tersebut tidak menggunakan pasta gigi hingga waktu berbuka, maka berarti
dia telah menjaga dirinya dari perkara yang dikhawatirkan merusak
ibadah puasanya.”[8]
Kesimpulan
- Bersiwak disunnahkan untuk dilakukan dalam keadaan apa pun, baik sedang berpuasa ataupun tidak.
- Hukum menggunakan sikat gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak.
- Hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak yang memiliki rasa.
- Pada asalnya, hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi saat berpuasa adalah boleh. Namun untuk lebih berhati-hati dari tertelannya pasta gigi ke dalam kerongkongan, maka sebaiknya pasta gigi tidak digunakan ketika puasa, bisa ditunda setelah waktu berbuka tiba atau sebelum masuk waktu shubuh. Sebagai gantinya, ketika sedang berpuasa, sebaiknya menyikat gigi dilakukan tanpa memberikan pasta gigi pada sikat gigi. Wallahu a’lam.
—
[1] HR. Muslim no. 1151.
[2] HR. Tirmidzi no. 725 dan Ahmad 3/445. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if.
[3] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 441, hlm. 492-493.
[4] Fatwa Syekh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin, nomor fatwa. 10774.
[5] Haqiqatush Shiyam, hlm. 10—11.
[6] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 444, hlm. 495.
[7] HR. Abu Daud no. 2366. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[8] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 446, hlm. 496
Referensi:
Fatwa Syaikh al-Jibrin,
http://ibn-jebreen.com (URL:
http://ibn-jebreen.com/ftawa.php?view=vmasal&subid=10774&parent=835)
Fatawa Ramadan fish Shiyam
wal Qiyam wal I’tikaf wa Zakatul Fithr, Para Ulama, www.waqfeeya.com
(URL: http://ia311213.us.archive.org/1/items/frskfrsk/frsk.pdf)
Haqiqatush Shiyam, Syekhul
Islam Ibnu Taimiyah, pentahqiq Syekh Nashiruddin al-Albani,
www.waqfeeya.com (URL:
http://ia311036.us.archive.org/2/items/waq93564/93564.pdf)
Source
Source
0 komentar:
Posting Komentar