AyoReading: Halal dan Haram Kawat Gigi~Kawat gigi atau behel sudah lumrah di zaman ini sudah, sudah mulai banyak yang memakai baik wanita maupun laki-laki. Awalnya kawat gigi untuk meratakan gigi akan tetapi sekarang menjadi trend karena bagi sebagian orang kawat gigi membuat penampilan menjadi lebih baik atau tepatnya untuk penampilan/berhias.
Boleh untuk pengobatan
Pada hukum asalnya haram mengubah ciptaan Allah, misalnya operasi mengecilkan hidung dan operasi ganti kelamin.
Allah Ta’ala berfirman,
Allah Ta’ala berfirman,
“dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya”. (An-Nisa’ :119)
Akan tetapi untuk pengobatan dan mengembalikan ke dalam bentuk
ciptaan Allah maka hukumnya boleh. Misalnya operasi hidrocepalus,
operasi pengangkatan tumor, operasi cacat bawaan.
Sebagaimana riwayat sahabat Urfujah bin As’ad radhiallahu ‘anhu, ia menggunakan emas untuk memperbaiki hidungnya, padahal emas harambagi laki-laki. Maka mengembalikan susunan gigi yang tidak rata,misalnya gigi maju kedepan dan mersukan penampilan, maka hukumnya boleh.
Sebagaimana riwayat sahabat Urfujah bin As’ad radhiallahu ‘anhu, ia menggunakan emas untuk memperbaiki hidungnya, padahal emas harambagi laki-laki. Maka mengembalikan susunan gigi yang tidak rata,misalnya gigi maju kedepan dan mersukan penampilan, maka hukumnya boleh.
“Hidungnya terkena senjata pada peristiwa perang Al-Kulab di zaman
jahiliyah. Kemudian beliau tambal dengan perak, namun hidungnya malah
membusuk. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya
untuk menggunakan tambal hidung dari emas.” [1]
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata,“Jika ada kebutuhan
untuk meratakan gigi misalnya susunan gigi tampak jelek sehingga perlu
diratakan maka hukumnya tidak mengapa/mubah..jika pengobatan ini
(meratakan gigi), dengan tujuan menghilangkan penampilan gigi yang jelek
atau ada kebutuhan yang lain semisal seorang itu tidak bisa makan
dengan baik kecuali jika susunan gigi diperbaiki dan ditata ulang maka
hal tersebut hukumnya tidak mengapa/mubah.”[2]
Sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang orang mencukur alis, mengkikir
gigi, menyambung rambut, dan mentato, kecuali karena penyakit.” [3]
As-Syaukani menjelaskan,“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘kecuali karena penyakit’ dzahir maksudnya bahwa keharaman yang
disebutkan,yaitu jika dilakukan untuk tujuan memperindah penampilan,
bukan untuk menghilangkan penyakit atau cacat, karena semacam ini tidak
haram.”[4]
Haram untuk sekadar berhias
Memasang kawat gigi/behel termasuk mengotak-atik gigi (bisa kita lihat dalam prosesnya) maka ada nash larangan mengenai hal ini.
Sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,“Semoga Allah
melaknat orang yang mentato, yang minta ditato, yang mencabut alis, yang
minta dikerok alis, yang merenggangkan gigi, untuk memperindah
penampilan, yang mengubah ciptaan Allah.” [5]
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata,“Adapun jika tidak
ada kebutuhan untuk itu (mengotak-atik gigi) maka hukumnya tidak boleh.
Bahkan terdapat larangan meruncingkan dan mengikir gigi agar nampak
indah. Terdapat ancaman keras atas tindakan ini karena hal ini adalah
suatu yang sia-sia dan termasuk mengubah ciptaan Allah.”[6]
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan,“Adapaun Sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yang merenggangkan gigi, untuk
memperindah penampilan” maksudnya melakukan hal itu untuk mendapatkan
penampilan yang baik. Dalam hadis ini terdapat isyarat bahwa yang
diharamkan adalah melakukan perenggangan gigi untuk memperindah
penampilan. Namun jika dilakukan karena kebutuhan, baik untuk pengobatan
atau karena cacat di gigi atau semacamnya maka hukumny a tidak
mengapa/mubah.”[7]
(muslimafiyah/dr. Raehanul Bahraen)
[1] HR. An-Nasai 5161, Abu Daud 4232, dihasankan oleh Al-Albani
[2] Sumber: http://islamqa.com/ar/ref/21255/%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%84%D9%85
[3] HR. Ahmad 3945 dan sanadnya dinilai kuat oleh Syuaib Al-Arnaut
[4] Nailul Authar, 6/229, Darul Hadits, Mesir, cet. I, 1413H, syamilah
[5] HR. Bukhari 4886
[6] Sumber: http://islamqa.com/ar/ref/21255/%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%84%D9%85
[7] Syarh Shahih Muslim14/107, Dar Ihya’ At-Turast, Beirut, cet. II, 1392 H, syamilah
Source
Source
0 komentar:
Posting Komentar