HAMPIR semua orang sepertinya pernah merasa jengkel saat tidurnya harus terusik oleh suara dengung nyamuk. Apalagi jika sampai sang nyamuk menggigit, lalu meninggalkan bentol dan gatal di kulit. Memang, jika sekadar mendengung atau menggigit, itu soal biasa. Yang menjadi masalah kemudian, dengungan itu ibarat sebuah “lonceng bahaya”, ketika yang menggigit itu adalah nyamuk Anopheles betina, sang vektor, alias penular penyakit malaria.
Penyakit malaria selalu datang setiap tahun. Setiap kali mewabah di suatu daerah, sedikitnya puluhan orang akan terkena penyakit ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, sekira 300-500 ribu jiwa meninggal akibat malaria setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, malaria masih menjadi ancaman yang setiap tahunnya selalu merenggut nyawa manusia. Bagaimana seseorang bisa terjangkit malaria?
Gas karbondioksida
Seseorang dapat terjangkit malaria karena terinfeksi oleh plasmodium yang masuk ke dalam tubuh bersamaan dengan gigitan nyamuk Anopheles betina. Tubuh manusia bertindak sebagai sel inang. Sepertinya, ada interaksi tertentu yang menyebabkan nyamuk Anopheles betina dapat mengenali sel inangnya. Selain itu, terdapat senyawa tertentu yang menuntun nyamuk Anopheles betina dalam interaksi ini.
Pada awalnya CO2--komponen terbesar udara yang dikeluarkan manusia pada saat bernapas--diduga sebagai senyawa yang dapat menuntun nyamuk Anopheles betina untuk mengenali sel inangnya. Tapi, CO2 tidak memiliki peranan yang begitu besar dan kurang spesifik. Hal ini dirujuk oleh sebuah fakta bahwa hampir semua hewan invertebrata berdarah hangat mengeluarkan CO2.
Keringat manusia dinilai lebih spesifik dikenali oleh nyamuk Anopheles betina. Beberapa penelitian telah berhasil membuktikan hal tersebut. Ditemukan juga bahwa terdapat suatu sel dalam antene nyamuk Anopheles betina yang secara spesifik dapat mengenali salah satu komponen keringat manusia, 4-methyl phenol (Nature, 15 Januari 2004).
Penelitian kemudian berkembang untuk mengetahui berbagai senyawa spesifik lain yang terkandung dalam keringat manusia yang bertindak sebagai kairomon (bahan kimia yang berperan sebagai penunjuk/penarik) bagi nyamuk Anopheles betina.
Amonia, salah satu komponen keringat manusia, menunjukkan respons paling positif dibandingkan komponen lainnya sebagai kairomon bagi nyamuk Anopheles betina. Asam karboksilat, komponen terbesar yang terdapat dalam keringat manusia menunjukkan hal sebaliknya. Senyawa ini tidak dapat menarik nyamuk Anopheles betina. Memang, ada salah satu senyawa golongan asam karboksilat yang dapat menarik nyamuk Anopheles betina. Senyawa ini adalah asam 2-oxopentanoat. Tetapi, responsnya tidak cukup kuat untuk jarak yang jauh.
Asam laktat, komponen dalam keringat manusia dengan kadar yang unik dibandingkan pada hewan lain, juga tidak dapat menarik nyamuk Anopheles betina. Lantas, bagaimana dengan kombinasi ketiga senyawa tersebut?
Sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Renate C. Smallegange dari Universitas Wageningen, Belanda (Chemical Sense, Februari 2005) menyebutkan, campuran amonia, baik dengan asam karboksilat maupun amonia dengan asam laktat, tidak menunjukkan respons positif untuk membuat nyamuk Anopheles betina “mendaratkan” tubuhnya di atas kulit manusia. Tetapi, menariknya, dengan mencampurkan ketiga senyawa yaitu amonia, asam laktat, dan asam karboksilat dapat meningkatkan “daya menarik” nyamuk Anopheles betina, dibandingkan jika hanya menggunakan amonia.
Kadar senyawa terhadap kemampuannya untuk menarik nyamuk Anopheles sangat berpengaruh. Dengan kadar amonia yang mencapai 50 mM, akan sangat sedikit nyamuk Anopheles yang mendekat. Sebagai perbandingan, kadar amonia dalam keringat manusia mencapai 6,3 mM. Tapi, hal ini tentu bukan merupakan solusi bagi kita jika kita akan mencari zat penolak nyamuk Anopheles betina.
Obat antinyamuk
Lain orang, lain selera. Hal ini tampaknya berlaku juga dalam “dunia” nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti, penyebab penyakit demam berdarah dengue (DBD), malah cenderung “memilih” senyawa yang berkebalikan. Senyawa yang memberikan respons positif sebagai kairomon bagi nyamuk Aedes aegypti adalah asam laktat. Sedangkan amonia tidak dapat menarik nyamuk Aedes aegypti. Tapi, campuran asam laktat dengan amonia ternyata dapat menarik nyamuk Aedes aegypti.
Penelitian untuk mengetahui senyawa apa yang sebenarnya bertindak sebagai kairomon bagi nyamuk Anopheles betina, juga bagaimana mekanisme yang terjadi sehingga nyamuk Anopheles dapat mengenali sel inangnya, manusia, terus dikembangkan dalam rangka mencari senyawa atau cara yang paling efektif untuk menolak nyamuk Anopheles betina. Hal ini didorong oleh beberapa bukti penelitian yang berhasil membuktikan bahwa nyamuk Anopheles semakin resistan terhadap insektisida dan obat anti malaria.
Meskipun belum ditemukan penolak nyamuk Anopheles betina yang paling efektif, mengoleskan kulit kita dengan obat oles antinyamuk atau lotion lain yang memiliki wewangian dapat “membingungkan” nyamuk Anopheles dalam mengenali aroma khas keringat manusia. Sementara ini, tampaknya hal itu dapat dilakukan sebagai salah satu tindakan pencegahan terhadap penyakit malaria.***
Penyakit malaria selalu datang setiap tahun. Setiap kali mewabah di suatu daerah, sedikitnya puluhan orang akan terkena penyakit ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, sekira 300-500 ribu jiwa meninggal akibat malaria setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, malaria masih menjadi ancaman yang setiap tahunnya selalu merenggut nyawa manusia. Bagaimana seseorang bisa terjangkit malaria?
Gas karbondioksida
Seseorang dapat terjangkit malaria karena terinfeksi oleh plasmodium yang masuk ke dalam tubuh bersamaan dengan gigitan nyamuk Anopheles betina. Tubuh manusia bertindak sebagai sel inang. Sepertinya, ada interaksi tertentu yang menyebabkan nyamuk Anopheles betina dapat mengenali sel inangnya. Selain itu, terdapat senyawa tertentu yang menuntun nyamuk Anopheles betina dalam interaksi ini.
Pada awalnya CO2--komponen terbesar udara yang dikeluarkan manusia pada saat bernapas--diduga sebagai senyawa yang dapat menuntun nyamuk Anopheles betina untuk mengenali sel inangnya. Tapi, CO2 tidak memiliki peranan yang begitu besar dan kurang spesifik. Hal ini dirujuk oleh sebuah fakta bahwa hampir semua hewan invertebrata berdarah hangat mengeluarkan CO2.
Keringat manusia dinilai lebih spesifik dikenali oleh nyamuk Anopheles betina. Beberapa penelitian telah berhasil membuktikan hal tersebut. Ditemukan juga bahwa terdapat suatu sel dalam antene nyamuk Anopheles betina yang secara spesifik dapat mengenali salah satu komponen keringat manusia, 4-methyl phenol (Nature, 15 Januari 2004).
Penelitian kemudian berkembang untuk mengetahui berbagai senyawa spesifik lain yang terkandung dalam keringat manusia yang bertindak sebagai kairomon (bahan kimia yang berperan sebagai penunjuk/penarik) bagi nyamuk Anopheles betina.
Amonia, salah satu komponen keringat manusia, menunjukkan respons paling positif dibandingkan komponen lainnya sebagai kairomon bagi nyamuk Anopheles betina. Asam karboksilat, komponen terbesar yang terdapat dalam keringat manusia menunjukkan hal sebaliknya. Senyawa ini tidak dapat menarik nyamuk Anopheles betina. Memang, ada salah satu senyawa golongan asam karboksilat yang dapat menarik nyamuk Anopheles betina. Senyawa ini adalah asam 2-oxopentanoat. Tetapi, responsnya tidak cukup kuat untuk jarak yang jauh.
Asam laktat, komponen dalam keringat manusia dengan kadar yang unik dibandingkan pada hewan lain, juga tidak dapat menarik nyamuk Anopheles betina. Lantas, bagaimana dengan kombinasi ketiga senyawa tersebut?
Sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Renate C. Smallegange dari Universitas Wageningen, Belanda (Chemical Sense, Februari 2005) menyebutkan, campuran amonia, baik dengan asam karboksilat maupun amonia dengan asam laktat, tidak menunjukkan respons positif untuk membuat nyamuk Anopheles betina “mendaratkan” tubuhnya di atas kulit manusia. Tetapi, menariknya, dengan mencampurkan ketiga senyawa yaitu amonia, asam laktat, dan asam karboksilat dapat meningkatkan “daya menarik” nyamuk Anopheles betina, dibandingkan jika hanya menggunakan amonia.
Kadar senyawa terhadap kemampuannya untuk menarik nyamuk Anopheles sangat berpengaruh. Dengan kadar amonia yang mencapai 50 mM, akan sangat sedikit nyamuk Anopheles yang mendekat. Sebagai perbandingan, kadar amonia dalam keringat manusia mencapai 6,3 mM. Tapi, hal ini tentu bukan merupakan solusi bagi kita jika kita akan mencari zat penolak nyamuk Anopheles betina.
Obat antinyamuk
Lain orang, lain selera. Hal ini tampaknya berlaku juga dalam “dunia” nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti, penyebab penyakit demam berdarah dengue (DBD), malah cenderung “memilih” senyawa yang berkebalikan. Senyawa yang memberikan respons positif sebagai kairomon bagi nyamuk Aedes aegypti adalah asam laktat. Sedangkan amonia tidak dapat menarik nyamuk Aedes aegypti. Tapi, campuran asam laktat dengan amonia ternyata dapat menarik nyamuk Aedes aegypti.
Penelitian untuk mengetahui senyawa apa yang sebenarnya bertindak sebagai kairomon bagi nyamuk Anopheles betina, juga bagaimana mekanisme yang terjadi sehingga nyamuk Anopheles dapat mengenali sel inangnya, manusia, terus dikembangkan dalam rangka mencari senyawa atau cara yang paling efektif untuk menolak nyamuk Anopheles betina. Hal ini didorong oleh beberapa bukti penelitian yang berhasil membuktikan bahwa nyamuk Anopheles semakin resistan terhadap insektisida dan obat anti malaria.
Meskipun belum ditemukan penolak nyamuk Anopheles betina yang paling efektif, mengoleskan kulit kita dengan obat oles antinyamuk atau lotion lain yang memiliki wewangian dapat “membingungkan” nyamuk Anopheles dalam mengenali aroma khas keringat manusia. Sementara ini, tampaknya hal itu dapat dilakukan sebagai salah satu tindakan pencegahan terhadap penyakit malaria.***
0 komentar:
Posting Komentar